Scrolling Glitter Text GeneratorScrolling Glitter Text GeneratorScrolling Glitter Text GeneratorScrolling Glitter Text GeneratorScrolling Glitter Text GeneratorScrolling Glitter Text GeneratorScrolling Glitter Text Generator

Kamis, 01 Maret 2012

[Fanfic] Cry Cry

Fanfic ini 100% terinspirasi dari MV T-ara yg berjudul 'Cry-Cry'
Gk bermaskud menjiplak,aku cuma latihan mengubah sesuatu ke dalam bentuk Fanfic
Happy Reading ^_^

Cast :
Park Ji Yeon as JiYeon
Cha Seung Won as SeungWon/Ahjussi/Paman
Park Jae Hee (fictional character) as JiYeon's Dad
Han Chang Ryul (fictional character) as ... (Author bingung)


Malam itu,sebuah penggerebekan rumah penjudi kelas kakap dilakukan oleh sekelompok agen rahasia. Aksi dimulai sekitar pukul sepuluh malam,para penjaga rumah tersebut dibunuh satu persatu,dan akhirnya agen rahasia berhasil memasuki rumah penjudi kelas kakap yang tak lain bernama Park Jae Hee. Ruang tamu terlihat sepi,dapur juga,ternyata JaeHee sedang bermain bersama putri sulungnya di lantai atas,pantas saja lantai bawah sepi. Para agen rahasia segera menuju ke lantai dua,aksi saling memukul dan menembak terjadi antara para penjaga rumah dan para agen,JaeHee yang mendengar ledakan-ledakan dan suara pukul-memukul langsung mengamankan putrinya ke ruang perpustakaan,bersembunyilah mereka di bawah meja.

“Nak,jangan takut,ayah disini.” Kata JaeHee sambil memeluk putrinya yang bernama Park Ji Yeon

“Aku takut,ayah. Di luar ada suara tembak” kata JiYeon pelan

“Stt...diamlah.” kata JaeHee sambil terus mendekap erat putrinya yang masih berusia enam tahun tersebut

Sesaat kemudian,pintu perpustakaan didobrak oleh salah seorang dari agen rahasia,JaeHee yang mengetahui hal tersebut sempat panik dan bingung akan apa yang harus ia lakukan untuk melindungi putrinya. Maka ia memutuskan untuk menyerahkan dirinya,perlahan JaeHee muncul dari tempat persembunyiannya dan mengangkat tangannya.

“Kau kah Park Jae Hee?” tanya pria yang mendobrak pintu

“Ya.” Jawab JaeHee sambil terus mengangkat tangan,sang pria tidak terlihat akan menembak walaupun ditangannya ada sebuah pistol,maka JaeHee menunduk sebentar untuk melihat kondisi JiYeon,tapi tiba-tiba sang pria menembak tepat di pelipis JaeHee,dan dalam hitungan detik,nyawa JaeHee melayang.

“Ayah!!! Bagunlah ayah!!! Ayah jangan pergi!!!! Ayaaaahhh!!!!!...” teriak JiYeon sambil mengguncangkan tubuh sang ayah yang tak bernyawa. Melihat itu,sang pria yang menembak tadi tercengang dan tidak tahu harus melakukan apa,rasa bersalah dan kasihan bercampur menjadi satu dalam hatinya,pria itu pun keluar dan duduk di samping pintu perpustakaan yang hampir rusak karena dobrakannya.

Tak lama kemudian,JiYeon keluar sambil mengucek matanya dan terus menangis,baju merah mudanya yang lucu kini terlumuri darah,JiYeon terus menangis sampai akhirnya pria tadi menyadari kehadiran JiYeon yang keluar dari perpustakaan,pria itu menghampiri JiYeon.

“Ada apa,nak?” tanya si pria pura-pura tidak bersalah,seolah bukan dia yang menembak ayah JiYeon.

“A...ayahku me..meninggal...” kata JiYeon sambil sesenggukan.

“Kau mau ikut paman pulang? Paman akan merawatmu,kenalkan namaku Cha Seung Won,kau?” tanya SeungWon yang kemudian menggendong JiYeon keluar.

“Namaku JiYeon. Park Ji Yeon” kata JiYeon

“Mulai sekarang,kau boleh menganggapku sebagai ayahmu sendiri” kata SeungWon yang berjalan menuju tempat ia memarkir mobil sementara agen yang lain sedang membereskan mayat-mayat para penjaga,dan tentu saja mayat si penjudi kelas kakap,Park Jae Hee.

10 tahun kemudian.....

Sepuluh tahun berlalu semenjak kejadian itu,JiYeon kini berusia enambelas tahun dan tumbuh menjadi gadis tomboy yang pandai menggunakan senjata api,pandai bermain kartu,dan tentu saja pandai bertengkar,semua itu dapat dilakukannya karena JiYeon hidup bersama sang agen rahasia yang dari kecil mengajarkannya segala hal yang bersangkutan dengan hal-hal berbau brandalan,tapi dengan maksud positif.

Pagi itu,SeungWon dan JiYeon sedang bersiap menangkap para tindak kriminal yang tersebar di kota Seoul. Mereka berangkat dengan mobil dan dilanjutkan dengan berjalan kaki sebentar menuju sebuah gang kecil yang kumuh tempat para penjudi berkumpul.

“Paman,hari ini target kita siapa?” tanya JiYeon

“Nanti kau juga tahu” kata SeungWon yang terus berjalan dan kemudian berhenti di sebuah tenda kecil di ujung gang kumuh tersebut.

“Tugasmu adalah menemani mereka berjudi,ajak mereka minum arak yang banyak,kalau mereka sudah mabuk,kita baru beraksi” kata SeungWon.

JiYeon melaksanakan tugasnya dengan mudah,diajaknya para penjudi itu minum arak,Jiyeon juga ikut minum,tapi tidak benar-benar meminumnnya,arak yang dituangkan di gelasnya dia buang kebawah tanpa sepengetahuan para penjudi tersebut. Sekiranya sudah cukup mabuk,JiYeon memberikan sinyal kepada pamannya dengan gerakan tangan khas mereka berdua sebagai bahasa komunikasi ketika menjalankan tugas,dan SeungWon langsung menghajar satu persatu para penjudi tersebut yang kemudian dibawanya menuju luar tenda. Di luar,seperti biasa,asisten SeungWon sudah menunggu untuk membawa para penjudi-penjudi tersebut ke kantor polisi terdekat,yaitu di sekitar pelabuhan kapal Seoul.

JiYeon dan SeungWon mengendarai mobil di belakang mobil asisten SeungWon,memastikan apakah mereka sudah sampai di tujuan dengan tahanan-tahanan yang masih komplit. Sesampainya di pelabuhan,SeungWon menyuruh asistennya membawa para penjudi tadi ke kantor polisi,tidak lupa SeungWon memberi upah untuk asistennya. Mereka berdua kembali memasuki mobil.

“Target pertama selesai. Siapa lagi selanjutnya,paman?” kata JiYeon sambil mengunyah permen karet

“Sini,kemarikan daftar targetnya” kata SeungWon meminta daftar target yang dipegang JiYeon

“Sini aku saja yang menunjukkannya padamu. Apa orang ini?” tanya JiYeon

“Bukan”

“Yang ini?”

“Bukan juga”

“Orang ini?” tanya JiYeon untuk ketiga kalinya sambil menunjukkan wajah seorang yang masih muda,dan berkulit putih.

SeungWon teringat bahwa orang yang ada di gambar tersebut adalah anak buah ayah JiYeon,langsung saja SeungWon merobek-robek kertas tersebut dan membuangnya ke belakang mobil.

“Mengapa dibuang? Paman aneh deh” kata JiYeon sambil menggembungkan pipinya tanda kesal

Sejenak SeungWon terdiam,dan kejadian-kejadian sepuluh tahun yang lalu terputar kembali dalam benaknnya. Ia masih ingat betul wajah ayah JiYeon dan suara tangisan JiYeon ketika ayahnya telah tiada karena ditembak oleh SeungWon. Dalam pikiran SeungWon,wajah JiYeon cilik berubah menjadi JiYeon yang sekarang yang sedang menangis dan mengguncang tubuh ayahnya,terbesit rasa takut dalam hati SeungWon,apa jadinya kalau JiYeon mengetahui siapa pembunuh ayahnya?

“Kita pulang” kata SeungWon sambil memutar balik mobil.

“Ini kan baru jam sembilan pagi,paman! Astaga,paman benar-benar aneh hari ini” kata JiYeon sambil meniupkan permen karetnya.

Sampai di rumah,SeungWon mengunci diri di kamar dan berusaha menyingkirkan rasa takut,khawatir,dan menyesal yang kini menganggu hatinya. Melupakan kejadian seperti itu bukanlah hal yang mudah,terlebih lagi yang dibunuhnya adalah ayah JiYeon yang sekarang benar-benar dianggapnya seperti putrinya sendiri. Tak terasa hari sudah malam,tetapi SeungWon masih saja mengunci kamarnya.

“Paman!! Paman tidak mandi? Jangan tidur terus ya! Makan malam ada di meja!” teriak JiYeon dari luar sambil mengetuk pelan pintu,tetapi tidak ada jawaban dari SeungWon

“Paman? Hah..benar-benar deh.” Kata JiYeon sambil menjulurkan lidahnya ke arah pintu kamar SeungWon.

“Baiklah,aku tahu paman sedang aneh hari ini,tapi jangan lupa mandi dan makan ya! Aku mau tidur dulu!” teriak JiYeon putus asa.

Sekitar pukul sebelas malam,SeungWon baru selesai makan,matanya berat sekali dan kepalanya pusing,jadi dia putuskan untuk tidur. Tidurnya tidak begitu nyenyak,karena masih terganggu oleh kenangan masa lalunya. Tapi pada akhirnya SeungWon hanya memejamkan mata dan berusaha tidur,tak lama kemudian JiYeon masuk dan berguling pelan di samping SeungWon.

“Paman,aku mimpi buruk,aku bermimpi tentang pembunuhan ayahku,aku berharap bisa menemukan siapa pelakunya,bantu aku ya,paman.” Kata JiYeon sambil memeluk pamannya. JiYeon mengira pamannya sudah tidur,padahal SeungWon bisa mendengar jelas perkataan JiYeon yang langsung membuat hatinya bagai teriris pisau.

Keesokan harinya,JiYeon sedang mengambil dompetnya yang ketinggalan di jok belakang mobil,tiba-tiba menemukan foto pemuda yang kemarin dirobek pamannya,karena penasaran,JiYeon menyatukan kembali foto tersebut menggunakan isolasi tanpa sepengetahuan pamannya. Setelah itu,JiYeon pergi ke toko baju untuk membeli jaket baru.

Sepanjang perjalanan menuju toko,JiYeon terus saja mengamati foto pria tersebut. Sesampainya di toko,JiYeon memesan jaket untuk pamannya dan satu jaket yang lebih kecil untuk dirinya sendiri,dan kebetulan sekali,pria yang ada di foto tersebut juga sedang berbelanja di toko itu. Tapi sayangnya pria tersebut sudah selesai berbelanja dan hendak melangkah keluar toko. JiYeon pun mengurungkan niatnya berbelanja jaket dan mengikuti pria tersebut.

Pria itu berjalan ke sebuah gang kecil bersama dua orang pria bertubuh besar di belakangnya,pria itu sadar kalau JiYeon mengikutinya,maka ketika dua pria lain sudah pergi,pria itu langsung mencengkeram kerah leher JiYeon dan menonjok muka JiYeon sampai lebam. JiYeon membalas dengan tendangan maut yang diajarkan pamannya,seketika itu juga pria tersebut menghantam wajah JiYeon lagi hingga membuat JiYeon berdarah di beberapa bagian.

“Siapa kau,hah?” tanya si pria

“Bukan urusanmu siapa aku,aku hanya ingin menangkapmu,itu saja” kata JiYeon penuh amarah

“Kau pikir kau bisa? Sini ikut aku” kata pria itu sambil menyeret JiYeon dengan paksa menuju mobilnya yang disetirnya entah kemana.

Sesampainya di tempat,JiYeon dipaksa turun dengan kasar oleh pria itu,ketika melihat sekeliling,JiYeon tidak merasa asing dengan tempat tersebut. Setelah beberapa saat mengamati,ternyata itu pelabuhan tempat ia dan pamannya menyerahkan para tindak kejahatan,hanya saja yang sekarang JiYeon berada di sisi yang berbeda. JiYeon di dorong paksa menuju sebuah gudang kecil di dekat pelabuhan.

“Mana dompetmu” minta sang pria

“Ambil saja uangnya,tidak masalah” kata JiYeon sambil sedikit menangis menahan perih,ia didudukkan di sebuah sofa empuk,dan JiYeon hanya bisa pasrah dan menatap kosong ke arah benda di hadapannya.

Ketika si pria memeriksa isi dompet JiYeon,ia kaget menemukan foto JiYeon dan ayahnya,juga foto JiYeon dengan pamannya. Si pria tidak salah lagi menduga bahwa pria tua yang ada di foto bersama JiYeon cilik itu adalah bosnya,sedangkan pria gagah yang ada di foto satunya adalah orang yang membunuh bosnya.

“Hah..sungguh menggelikan,dasar gadis bodoh” kata pria itu pada dirinya sendiri

“Nah..kau Park Ji Yeon,kan? Putri sulung dari Park Jae Hee?” tanya pria itu dengan suara keras

“Bagaimana kau bisa tahu?” tanya JiYeon heran

“Aku adalah anak buah ayahmu,sepuluh tahun yang lalu,namaku adalah Han Chang Ryul” jelas ChangRyul

“Oh..” kata JiYeon dengan nada datar

“Kau tahu tidak? Orang ini adalah pembunuh ayahmu,aku melihat dengan mataku sendiri,dialah yang saat itu menembakkan peluru itu tepat di pelipis ayahmu,kau tidak ingat karena kau masih kecil.” Jelas ChangRyul

“Bicara apa kau ini? Pamanku tidak ada sangkut pautnya dengan ayahku.” Kata JiYeon yang amarahnya muncul lagi

“Masih tidak percaya? Mungkin dia merasa bersalah dan merawatmu hingga sebesar ini,dia tidak mengatakan bahwa dialah pembunuh ayahmu. Biar kutebak,namanya Cha Seung Won,bukan?” kata ChangRyul dengan nada kemenangan.

JiYeon yang mendengar itu,hatinya langsung terasa sakit,sangat sakit,pamannya yang sangat ia sayangi ternyata telah membunuh ayahnya sendiri,dengan perasaan kacau,JiYeon menangis keras,meraung-raung bagaikan orang gila.

“Biar kutelepon dia,tugasmu hanya membunuhnya,kau dendam kan padanya? Kalau kau benar-benar sayang pada ayahmu,maka bunuhlah pamanmu itu,mengerti?” kata ChanRyul

Lima belas menit kemudian,terdengar suara mesin mobil dari luar,yang tak lain adalah mobil SeungWon. JiYeon merasa marah pada pamannya itu dan sudah bersiap menembak,diarahkannya pistol ke tubuh pamannya.

“Ji...JiYeon,kau sudah tahu?” tanya SeungWon yang matanya berkaca-kaca menahan rasa sesal

“Mengapa kau melakukannya,paman!!! Mengapa!!!! Selama ini aku berusah payah mencari pembunuh ayahku!!!! Dan ternyata itu adalah kau!!!!” teriak JiYeon tak terkendali

“Ya..ya..ya..kebenaran pada akhirnya akan terungkap. Nah,JiYeon,sekarang waktumu untuk membunuh pamanmu” kata ChangRyul. Tapi JiYeon tidak melakukan apapun

“Kubilang tembak dia!!!” teriak ChangRyul

“Tembak dia!! Atau aku yang akan menembaknya!!!” kata ChangRyul sambil mengelurkan pistolnya,belum sempat ChangRyul menembakkan pistolnya ke arah SeungWon,JiYeon sudah menembak kaki ChangRyul terlebih dahulu. Ternyata rasa cintanya terhadap pamannya tidak bisa dikalahkan dengan kejadian masa lalu.

JiYeon berlari ke arah pamannya yang sedang berkelahi melawan bawahan ChangRyul,sementara ChangRyul masih menahan sakit di kakinya. Tiba-tiba ada seseorang yang memukul punggung SeungWon dengan tongkat besi.

“Paman!!!! Awas,di belakangmu!!!” teriak JiYeon

Tapi terlambat,pukulan keras itu berhasil membuat SeungWon jatuh tak berdaya. JiYeon semakin marah saja,diarahkannya pistol ke orang tadi yang langsung membuatnya tak bernyawa. Segera saja JiYeon memapah tubuh sang paman keluar dari gudang kecil itu,suara sirine mobil polisi terdengar mendekat,rupanya mereka sadar ada perkelahian di sekitar pelabuhan. Dengan cepat JiYeon membawa pamannya ke dalam mobil.

“Pa..paman...kau..tidak...apa-apa kan?” tanya JiYeon sambil tancap gas dan menyetirnya menuju rumah sakit

“Ini tidak ada bandingannya dengan rasa sakit di hatimu,kan?” kata SeungWon

“Lupakan! Jangan bicarakan itu!” kata JiYeon sambil mempercepat laju mobilnya.

Sesampainya di rumah sakit,SeungWon langsung di rawat di UGD,karena kemungkinan besar terjadi kerusakan pada tulangnya. Sementara menunggu,JiYeon harap-harap cemas sambil terus menangis sampai matanya terasa berat. Tak terasa sudah setengah jam JiYeon menunggu,sampai akhirnya dokter keluar dari ruang pemeriksaan.

“Dokter,bagaimana pamanku?” tanya JiYeon

“Hanya cedera ringan,besok sudah boleh pulang. Jangan melakukan hal-hal yang berat,suruh dia istirahat” kata dokter

“Terimakasih,dok”

“Paman...” kata JiYeon sambil memegangi tangan pamannya

“JiYeon,kau tidak membenciku,kan?” kata SeungWon

“Tadinya aku memang membencimu,tapi sekarang tidak lagi. Percayalah padaku,paman. Aku tidak membencimu sama sekali,aku sangat menyayangimu,masalah ayahku,anggap saja cederamu kali ini sudah melunasi kesalahanmu membunuh ayahku,itu sudah cukup. Walaupun kau bukan ayahku,tapi kau yang membesarkanku seorang diri,sekarang aku malah bersyukur kau membunuh ayahku yang seorang penjudi,dan asal kau tahu aku bangga menjadi anak angkatmu. Pekerjaanmu adalah sesuatu yang benar,tidak seperti ayahku...” kata JiYeon yang tak mampu melanjutkan kata-katanya.

“Jangan menangis lagi,JiYeon” kata SeungWon sambil mengusap rambut JiYeon

“Paman,kita berdua akan melanjutkan hari seperti biasa,kan?”

“Tentu saja,kita akan menangkap target demi target”

“Ha..hanya kau dan aku?” tanya JiYeon sambil mengatasi sesenggukannya

“Iya”

“Janji?” tanya JiYeon lagi

“Janji”

“Aku sayang padamu,paman”

“Sayangku dua kali lipat sayangmu” kata SeungWon sambil menggenggam erat tangan JiYeon.

Dan pada akhirnya,JiYeon sudah lega karena sudah tahu siapa pembunuh ayahnya,dan benar-benar memaafkan pamannya dengan ikhlas. Sementara SeungWon lega karena tidak harus berbohong lagi pada JiYeon.



Read More..